Jakarta,Detiksorotan.com–Puluhan warga rumah susun (rusun) DKI Jakarta menyampaikan protes keras terhadap kenaikan tarif air bersih yang diberlakukan oleh PAM Jaya. Dengan membawa spanduk bertuliskan penolakan, mereka menghadang Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, usai menghadiri sebuah acara di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Kamis (6/2/2025).
Para warga yang tergabung dalam aksi tersebut menyuarakan keberatan atas kenaikan tarif yang mencapai 71 persen. Mereka menilai kebijakan ini sangat memberatkan, terutama bagi penghuni rusun yang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Sekitar 50 warga menghadang Arief di depan Auditorium Binakarna sesaat setelah ia menjadi narasumber dalam Talk Show Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI). Mereka berteriak lantang, “Tolak! Tolak! Tolak!”, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Namun, Arief memilih untuk tetap diam dan hanya tersenyum sembari meninggalkan lokasi tanpa memberikan pernyataan sedikit pun.

Salah seorang penghuni rusun, Syahrul, menyayangkan sikap PAM Jaya yang dinilai tidak mau mendengar aspirasi warga. Menurutnya, penghuni rusun selama ini sudah menanggung biaya instalasi dan perawatan air bersih sendiri, berbeda dengan rumah tapak yang ditanggung oleh PAM Jaya.
“Selama ini, pemasangan dan perawatan instalasi air bersih di rumah susun ditanggung oleh kami, pemilik dan penghuni. PAM Jaya tidak pernah mengeluarkan dana untuk itu. Sementara di rumah tapak, semua dibiayai oleh PAM Jaya. Ini jelas tidak adil,” ujar Syahrul.
Senada dengan Syahrul, Dewi, seorang penghuni rusun lainnya, menegaskan bahwa PAM Jaya keliru jika menganggap penghuni rumah susun sebagai golongan berpenghasilan tinggi. Ia menyoroti bahwa rumah susun kini bukan hanya dihuni oleh orang kaya, melainkan juga oleh masyarakat menengah yang mencari hunian lebih terjangkau dan dekat dengan tempat kerja.
“Dulu mungkin tinggal di apartemen itu identik dengan orang kaya. Tapi sekarang banyak rumah susun bersubsidi yang dihuni oleh masyarakat menengah. Kami memilih tinggal di sini karena lebih hemat dan praktis. Jadi, tidak bisa disamakan tarifnya dengan perkantoran atau pusat perbelanjaan,” tegas Dewi.
Kenaikan Tarif Air dan Ketidakadilan bagi Penghuni Rusun
PAM Jaya telah mengumumkan penerapan tarif baru layanan air minum mulai Januari 2025, sesuai dengan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta No. 730 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, tarif air bersih bagi penghuni rumah susun disamakan dengan tarif untuk gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kondominium, yaitu sebesar Rp21.500 per meter kubik.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, menilai kebijakan ini sangat merugikan penghuni rumah susun. Ia menekankan bahwa rumah susun adalah hunian, bukan properti komersial yang mencari keuntungan.
“Rumah susun adalah tempat tinggal, sementara gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan adalah bangunan komersial. Mengapa tarif air kami harus disamakan? Bahkan, rumah-rumah mewah di Pondok Indah bisa membayar tarif lebih murah daripada kami. Ini jelas ketidakadilan yang harus segera dikoreksi,” tegas Adjit.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari PAM Jaya terkait protes warga. Namun, para penghuni rumah susun berencana akan terus melakukan aksi hingga pemerintah dan PAM Jaya bersedia meninjau ulang kebijakan kenaikan tarif air yang dinilai merugikan masyarakat kecil.(red/b)