Jakarta,Detiksorotan.com–Penahanan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 20 Februari 2025, telah mengguncang dinamika politik nasional.
Hasto ditangkap atas dugaan suap dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR pada 2019 serta upaya menghalangi penyidikan. Kasus ini terkait dengan dugaan suap kepada seorang pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengamankan kursi parlemen bagi politikus Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Hasto juga diduga menginstruksikan Masiku untuk melarikan diri dan menghancurkan barang bukti. Meskipun PDIP membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya bermuatan politik, KPK menegaskan bahwa penyidikan ini murni penegakan hukum.
Sehari setelah penahanan Hasto, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mengeluarkan instruksi resmi yang melarang seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung oleh PDIP untuk menghadiri acara retret atau pembekalan di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.
Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini dijadwalkan berlangsung dari 21 hingga 28 Februari 2025. Instruksi tersebut tertuang dalam surat resmi bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani langsung oleh Megawati pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam surat itu, Megawati meminta kepala daerah yang sudah dalam perjalanan menuju Magelang untuk segera menghentikan perjalanan dan menunggu arahan lebih lanjut. Ia menyebut, kebijakan ini diambil berdasarkan perkembangan politik nasional yang terjadi pasca penahanan Hasto.
Menanggapi langkah PDIP, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menilai bahwa urusan terkait larangan tersebut sebaiknya diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Pasalnya, acara retret ini merupakan agenda resmi pemerintah dan diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah dalam menjalankan roda pemerintahan.
Langkah Megawati ini memunculkan spekulasi mengenai potensi ketegangan antara PDIP dan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. PDIP, yang sebelumnya menjadi partai penguasa selama dua periode di bawah Presiden Joko Widodo, kini berada di barisan oposisi setelah kemenangan Prabowo dalam Pilpres 2024. Keputusan menarik kepala daerah dari agenda yang diselenggarakan pemerintah memicu dugaan adanya potensi konflik atau โperang dinginโ antara PDIP dan pemerintahan saat ini.
Kendati demikian, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari kedua belah pihak mengenai potensi ketegangan tersebut. Pemerintah menegaskan bahwa proses hukum terhadap Hasto berjalan sesuai prosedur dan tanpa intervensi politik. Sementara itu, PDIP menyatakan akan terus mengikuti perkembangan dan mempertimbangkan langkah-langkah politik yang diperlukan.
Situasi ini memperlihatkan kompleksitas hubungan antara partai politik dan pemerintahan di Indonesia, terutama dalam masa transisi kekuasaan. Penyelesaian dari dinamika ini akan sangat bergantung pada komunikasi dan negosiasi antara pemimpin partai serta pemerintah guna memastikan stabilitas politik dan keberlanjutan pembangunan nasional.(red/bn)