Jakarta โ Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Ia memastikan bahwa perubahan dalam regulasi ini tetap sejalan dengan semangat reformasi dan tidak akan mengubah tatanan politik yang telah berjalan sejak 1998.
Mahfud menjelaskan bahwa pada masa Orde Baru, keputusan politik strategis didominasi oleh tiga kekuatan utama: ABRI, birokrasi, dan Golkar. Hal ini menyebabkan terbatasnya partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan nasional. Namun, kondisi tersebut sudah berubah drastis, dan Mahfud menegaskan bahwa landasan hukum yang membatasi keterlibatan militer dalam politikโseperti TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000โakan tetap dipertahankan.
Terkait kekhawatiran publik mengenai pasal yang membuka peluang bagi anggota TNI untuk menduduki jabatan sipil, Mahfud menilai bahwa hal tersebut masih dalam batas kewajaran dan tidak serta-merta menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Ia juga mengapresiasi keterlibatan masyarakat sipil, media, dan mahasiswa dalam mengawal proses revisi ini.
Lebih lanjut, Mahfud menyoroti salah satu poin krusial dalam revisi UU TNI, yakni penegasan bahwa Panglima TNI tetap berada di bawah kendali Presiden. Selain itu, aturan yang mewajibkan anggota TNI untuk mengundurkan diri atau pensiun dini sebelum menempati posisi sipil dipandang sebagai bentuk perlindungan terhadap demokrasi agar tidak terjadi dominasi militer dalam pemerintahan.
Dengan revisi ini, Mahfud meyakini bahwa Indonesia tetap berada di jalur reformasi yang benar, tanpa membuka celah bagi kembalinya militerisme dalam kehidupan politik nasional. “Revisi ini bukan langkah mundur, melainkan penyempurnaan agar TNI tetap profesional dan berperan sesuai dengan konstitusi,” tegasnya.
Reformasi TNI Tetap Dikawal
Pernyataan Mahfud MD ini menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen menjaga supremasi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia. Publik pun diharapkan terus mengawasi setiap perkembangan revisi UU TNI agar tetap sesuai dengan semangat reformasi.
Bagaimana revisi ini akan diimplementasikan di lapangan? Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, kewaspadaan publik menjadi kunci agar sejarah kelam dwifungsi ABRI tidak kembali terulang.(burhan)