Karimun – Penjualan ilegal hutan mangrove di Desa Sugi Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, menuai kecaman keras dari Koordinator Corruption Investigation Committee (CIC), Cecep Cahyana. Ia mengungkapkan bahwa hutan yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian warga untuk mencari siput, ikan, dan hasil laut lainnya, telah dijual secara diam-diam oleh kelompok masyarakat yang bekerja sama dengan Kepala Desa setempat, Mawasi, tanpa sepengetahuan masyarakat luas.
“Telah diterima uang muka (DP) sebesar Rp17 miliar oleh Kepala Desa Mawasi dari salah satu PT. GURIN ENERGY kepada kades sugi. Penjualan dilakukan secara sembunyi-sembunyi sejak Januari 2025. Hingga hari ini, 1 Mei 2025, persoalan ini tidak kunjung diselesaikan,Aparat penegak hukum harus ambil tindakan tegas mengenai hutan mangrove” tegas Cecep Cahyana.
Ia menambahkan, masyarakat sangat kesulitan mencari keadilan karena merasa ditekan dan dibungkam. “Kami masyarakat benar-benar bingung harus mengadu ke mana. Di tingkat kabupaten dan provinsi, kasus ini seperti tidak dianggap serius. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pun tidak mampu menyelesaikan persoalan ini,” lanjut Cecep.

Atas dasar itu, CIC mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera turun tangan dan mengirimkan tim investigasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), Kejaksaan Agung, Mabes Polri, serta melibatkan Panglima TNI untuk menyelidiki langsung praktik penjualan hutan mangrove ini.
“Hutan ini dijual kepada 35 orang, termasuk 9 orang dari luar provinsi. Ini jelas pelanggaran serius terhadap perlindungan lingkungan hidup dan hak masyarakat adat,” tegas Cecep.
Cecep menilai bahwa tindakan penjualan hutan mangrove tanpa musyawarah dan persetujuan masyarakat bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menyatakan bahwa hutan negara tidak boleh dialihfungsikan tanpa izin resmi.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menjamin hak masyarakat untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berperan serta dalam pelestarian lingkungan.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan bahwa aset desa harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Dalam kasus penjualan ilegal hutan mangrove yang dilakukan tanpa izin dan merugikan masyarakat, dapat dikenakan sanksi pidana dari beberapa undang-undang berikut:
- UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H):
Pasal 17 Ayat (1) huruf b dan Pasal 92
Setiap orang yang menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dokumen sah diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, dan denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.
- UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (jo. UU Cipta Kerja):
Pasal 50 ayat (3) huruf a jo. Pasal 78 ayat (2) Barang siapa yang merusak hutan atau mengubah peruntukan kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah, dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
- UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:Pasal 98
Barang siapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian masyarakat, dipidana:
Penjara minimal 3 tahun hingga maksimal 10 tahun, dan Denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
- KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana):
Pasal 372 – Penggelapan Jika uang muka (DP) Rp17 miliar digunakan secara tidak sah oleh kepala desa atau kelompok, bisa dijerat Pasal 372:
Pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 423 – Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat Kepala desa yang menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, dapat dipidana:
Penjara paling lama 6 tahun.
Jika ada unsur korupsi (penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara/desa), maka juga dapat dijerat:
- UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pasal 2 dan 3 Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta Denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Cecep juga menekankan pentingnya intervensi negara dalam konflik agraria dan pelanggaran lingkungan seperti ini agar tidak menimbulkan konflik horizontal di kemudian hari.
“Kami masyarakat Desa Sugi memohon perhatian dan ketegasan dari Bapak Presiden Prabowo. Tolong dengarkan suara kami yang berjuang demi keadilan,” tutup Cecep(red/fr)