Detiksorotan.com,Samosir toba-Suara penolakan terhadap keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) semakin menggema di Kabupaten Samosir. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di kantor DPRD Samosir, Kamis (16/10/2025), perwakilan Forum Lintas 100 Pengacara menyuarakan desakan agar DPRD membentuk langkah konkret menutup aktivitas TPL yang dinilai telah merusak lingkungan di kawasan Danau Toba.
Ketua Pansus Tutup TPL, Rinaldi Naibaho, menyampaikan bahwa pertemuan tersebut menjadi momentum penting untuk mendengarkan langsung aspirasi masyarakat dan kalangan advokat terkait dampak sosial, ekonomi, dan ekologis dari keberadaan TPL. Pansus juga berencana turun langsung ke lapangan, mendatangi kantor TPL di Parmaksian, Kabupaten Toba, pada Jumat (22/10/2025).

Dr. Edward Pakpahan, SH., MH., selaku Ketua Forum Lintas 100 Pengacara, menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar menyoroti TPL semata, melainkan menyelamatkan lingkungan Danau Toba dan sekitarnya dari kehancuran akibat pembabatan hutan yang tidak terkendali. Ia menyebut, aktivitas TPL telah menimbulkan kerusakan serius terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat sekitar.
Menurut Edward, penebangan pohon yang masif telah mengakibatkan banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, dan matinya ikan di Danau Toba. “Ini bukan lagi isu kecil, ini bencana ekologis. Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap arogansi korporasi yang berlindung di balik izin konsesi,” tegasnya.

Edward juga mempertanyakan manfaat TPL bagi masyarakat Samosir. Ia menilai keberadaan perusahaan tersebut tidak memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan ekonomi masyarakat maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kami ingin DPRD memfasilitasi dialog langsung antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Transparansi adalah kunci,” ujarnya.
Sementara itu, Luhung Girsang menyebut bahwa tim advokat tengah menyiapkan langkah hukum dengan mengumpulkan data-data pelanggaran dan membuka kemungkinan melakukan gugatan class action. Menurutnya, dampak ekologis seperti banjir dan rusaknya lahan pertanian menjadi bukti kuat bahwa aktivitas TPL telah melampaui batas kewajaran.
Senada, Junaidi Barus mengungkapkan bahwa berbagai bencana di Samosir, seperti di Kecamatan Sitiotio dan Bonan Dolok, menjadi bukti nyata kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pembabatan hutan. Ia menilai kolaborasi antar elemen masyarakat dan pemerintah mutlak diperlukan agar perjuangan menutup TPL dapat terwujud.
Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Samosir Parluhutan Samosir menyampaikan bahwa pihaknya memerlukan data hukum yang akurat untuk menindaklanjuti temuan para advokat. Ia juga menegaskan bahwa selama pemerintahan Vandiko, Pemkab Samosir tidak pernah menerima CSR dari TPL.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum LSM Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Ganda Sirait, SH., MH., menegaskan bahwa PT TPL telah merusak lingkungan alam di Pulau Samosir. “Bencana banjir bandang dan tanah longsor di Kenegerian Sihotang terjadi akibat penebangan pohon secara besar-besaran. Ribuan hektar hutan sedang dipanen untuk eukaliptus hingga menyebabkan penggundulan yang parah,” ujarnya.(22/10/25)
Menurut Ganda Sirait, SH , MH, pendiri Organisasi Forum Lintas Advokat 100 sekaligu menjabat Sekretaris umum, mengatakan : kerusakan tersebut bukan hanya ancaman bagi ekosistem, tetapi juga bagi kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada alam. Ia menyerukan agar pemerintah pusat turun tangan dan mengevaluasi seluruh izin operasional TPL khususnya di wilayah Samosir, karena telah melanggar UU lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009, pasal 119 ayat B, yang diduga bertentangan dengan prinsip kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat, jadi diharapkan Pansus Tutup PT TPL DPRD kabupaten Samosir harus memberikan rekomendasi menutup wilayah operasional PT TPL di kabupaten Samosir.(®)